Laki-laki dan perempuan, dua makhluk
Allah yang tercipta sempurna dengan beragam perbedaan.
Karena perbedaan itu, tidak
jarang ada salah paham baik dalam hal paling sederhana hingga pada tataran konsep.
Kohati (Korps HMI-wati) HMI Iqbal
Korkom Walisongo Cabang Semarang dalam hal ini mencoba menjawab persoalan
perbedaan pandangan-terkhusus tentang keperempuanan-dengan mengadakan diskusi
sederhana pada Rabu (24/02/2021) yang lalu.
Acara ini bertajuk “Membincangkan
Kohati sebagai Wadah Pemberdayaan Perempuan.” Adapun pematerinya yakni Ayunda
Tirta Safirah Modeong, M.M (Wakil Bendahara Umum Kohati PB HMI Periode
2018-2020).
Ketua Umum Kohati HMI
Komisariat Iqbal Lia Puji Lestari menyampaikan alasan dan maksud tujuan acara
ini.
“(Alasan) kami mengadakan
diskusi tersebut karena ada beberapa kader yang belum paham mengenai perbedaan
dan kesamaan Kohati dan Pemberdayaan Perempuan. Tujuan menyelenggarakannya
adalah ketika mereka sudah paham perbedaan dan persamaan Kohati dan
Pemberdayaan Perempuan maka mereka akan bisa memfungsikannya dengan baik”
“Harapan kami, (secara khusus)
semua kader HMI Wati paham fungsi Kohati,” lanjutnya.
Pamflet Diskusi |
Acara berlangsung mulai pukul
10.00 WIB dengan peserta tidak hanya dari Komisariat Iqbal tetapi ada dari
komisariat lingkup korkom, cabang hingga lintas daerah. Perbincangan cukup
menarik seba tidak hanya soal Kohati
yang dibahas melainkan banyk hal seperti perempuan dalam konteks sosial
politik.
Berikut ini uraian dan catatan
sederhana diskusi Kohati yang ditulis oleh Yunda Utia Lil Afidah (moderator).
Terjadinya ketimpangan antara
laki-laki dan perempuan bisa dilihat dari segi budaya yang berkembang di
masyarakat. Misal yang terjadi di Sumur Jere. Suatu ketika terdapat seorang
perempuan yang di perkosa dan di kuburan di dekat Sumur Jere. Kemudian tidak lama
setelah kejadian tersebut, keluarlah air yang mengalir di dekat kuburan di
perempuan yang di perkosa tersebut. Ketika masyarakat hendak mengambil air
disana, yang boleh mengambil adalah seorang perempuan bukan laki-laki. Padahal
letak Sumur Jere berada di atas gunung.
Selain contoh tersebut, kita
konstruksi sosial juga telah terbentuk ketika kita belajar Bahasa Indonesia di
jenjang pendidikan SD, SMP, maupun SMA. Contoh yang selalu digunakan ketika
belajar Bahasa Indonesia menunjukkan adanya ketimpangan sosial. Misalnya contoh
yang umum dipakai adalah Budi pergi bekerja ke kantor sedangkan Ani memasak di
dapur.
Adanya Bidang Pemberdayaan
Perempuan juga untuk membongkar mitos mengenai perempuan seperti contoh diatas.
Dengan cara meningkatkan skill, kemampuan, serta potensi perempuan bisa
setara dengan laki-laki terutama di ranah publik.
Yunda Tirta juga mencontohkan
dirinya sendiri yang hanya berasal dari kampung yang jauh di Manado. Dia bisa
berada di Jakarta dan kuliah hingga S2 karena spirit yang didapatkannya di HMI
dan Kohati. Meskipun saat itu ekonomi keluarganya sedang buruk dan dia juga
seorang anak yatim akan tetapi ia mampu mengenyam pendidikan tinggi karena
mengenal HMI dan juga Kohati yang membangun spiritnya.
Yunda Tirta Safirah (Pemateri) |
Seorang peserta diskusi
bertanya mengapa sebegitu berharganya perempuan hingga di kaitkan dengan
negara? Yunda Tirta menjawab, bicara perempuan artinya menjadi seorang ibu yang
kemudian mendidik anak-anak yang lahir dari rahimnya. Kalau seorang perempuan
tidak mempunyai kualitas, lalu bagaimana generasi yang lahir darinya kemudian?
Jadi kalau rusak seorang perempuan tersebut rusak pula generasinya yang
merupakan cikal bakal generasi bangsa.
Yunda Tirta juga memberikan
pertanyaan kepada peserta, apakah 30% kursi di politik itu sudah cukup? Seorang
HMI Wati menjawab sudah cukup. Begitupun seorang HMI Wan menjawab cukup dengan
alasan الرجال قوامون على النسأ
Yunda Tirta kemudian memberikan
jawaban bahwa 30% belum bisa didengarkan suaranya
Sebenarnya bukan jumlah yang
menjadi permasalahannya akan tetapi peningkatan kualitas. Dari 30% tersebut
hanya beberapa yang berkualitas sedangkan sisanya hanya untuk mengisi kursi
politik yang kosong.
Di sesi terakhir pemateri memberikan
closing statement bahwa berbicara mengenai pemimpin artinya berbicara
mengenai potensi. Seorang perempuan pun dapat menjadi seorang pemimpin apabila
mempunyai potensi yang baik. Jadi tidak selamanya pemimpin itu hanya laki-laki.
Demikian.
Lebih Lengkap bisa simak PPT
Pemateri
PPT Materi Membincang Kohati (Yunda Tirta Safirah)
Kenal lebih dekat dengan pemateri yuuk
IG : www.instagram.com/tirtasafirahmodeong/
0 Komentar